Menanggapi beredarnya kabar tersebut, Direktorat Jenderal Bea Cukai menjelaskan bahwa pemusnahan barang tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri setelah Bea Cukai telah menjelaskan ketentuan yang berlaku untuk mainan yang tidak memiliki SNI atau Standar Nasional Indonesia.
Seperti dikutip dari akun Facebook resmi Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jumat (19/1/2018), barang tersebut masuk melalui Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Bengkulu dengan nomor AWB LP009231284HK tanggal 11 Januari 2017. Dari hasil pemeriksaan, kedapatan barang berupa mainan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang SNI mainan, secara wajib atas pemasukan barang berupa mainan diwajibkan melampirkan SNI dari Kementerian Perindustrian, sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Apabila pemilik barang/penerima barang tidak dapat melampirkan dokumen yang dipersyaratkan, maka atas importasi melalui barang kiriman tersebut tidak dapat diberikan persetujuan keluar. Pemilik barang pun dapat mengajukan retur/pengembalian barang.
Sesuai dengan kewenangan yang berlaku, atas barang yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu tertentu dinyatakan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD). Selanjutnya, apabila tetap tidak dapat dipenuhi dokumen persyaratan impor, maka sampai dengan batas waktu yang ditentukan akan dinyatakan sebagai Barang Milik Negara yang selanjutnya dapat diusulkan untuk dimusnahkan.
"Dalam kasus di atas, pemilik barang telah dua kali mendatangi Kantor Bea Cukai Bengkulu untuk menanyakan status barang dan telah dijelaskan terkait aturan tentang persyaratan SNI sesuai Peraturan Menteri Perindustrian, serta telah diberikan pilihan untuk retur/pengembalian barang," bunyi keterangan Bea Cukai pada postingan tersebut.
Disebutkan, bahwa pada kunjungan yang pertama, pemilik barang tidak memberikan jawaban dan langsung meninggalkan kantor. Pada kunjungan kedua, petugas memberikan penjelasan yang sama terkait aturan yang berlaku.
"Pemilik barang kemudian tidak dapat memenuhi dokumen persyaratan impor dan yang bersangkutan atas inisiatif sendiri memilih untuk menghancurkan barang," jelas postingan itu lagi.
Dijelaskan, bahwa atas pemasukan barang melalui jasa kiriman, diberikan pembebasan sebesar US$ 100 per kiriman. Namun atas barang tersebut tetap harus memenuhi ketentuan impor yang berlaku, termasuk di dalamnya ketentuan tentang SNI Mainan dari Kementerian Perindustrian.
Hal ini membuat atas pernyataan biaya sebesar Rp 7 hingga 8 juta bukan merupakan pungutan oleh bea cukai karena atas barang tersebut sesuai ketentuan bebas pungutan bea masuk dan pajak impor.
"Ke depannya kami himbau kepada seluruh masyarakat agar sebelum melakukan kegiatan impor untuk mengecek serta memahami ketentuan impor atas barang tersebut. Ketentuan Larangan dan/atau pembatasan impor dari instansi teknis terkait dapat diperoleh melalui portal INSW dengan alamat eservice.insw.go.id pada menu Indonesia NTR>> HS Code Information atau dapat pula melalui aplikasi CEISA mobile," tutup penjelasan itu. (eds/dna)